BANYUWANGI - Tim bedah urologi RSUD Genteng mencatat sejarah baru dalam layanan kesehatan daerah dengan sukses melaksanakan operasi perdana radical cystectomy atau pengangkatan seluruh kandung kemih pada pasien kanker. Prosedur yang berlangsung selama 4,5 jam ini dipimpin oleh dr. Yulian Salis Patriawan, Sp.U, bersama tim kamar operasi rumah sakit setempat.
Pasien yang dioperasi adalah seorang pria berusia 31 tahun yang didiagnosis mengidap kanker kandung kemih. Dalam radical cystectomy, selain seluruh kandung kemih, jaringan di sekitarnya juga diangkat untuk mencegah penyebaran kanker. Pada pasien pria, prosedur ini umumnya meliputi pengangkatan prostat dan vesikula seminalis. Setelah kandung kemih diangkat, tim juga membuat saluran kencing baru untuk menggantikan fungsi organ yang diangkat.
Direktur RSUD Genteng, dr. Siti Asiyah Anggraeni, MMRS, FISQua, menyampaikan apresiasi tinggi kepada seluruh tim yang terlibat dalam operasi tersebut.
“Keberhasilan ini menjadi langkah besar bagi RSUD Genteng dalam meningkatkan pelayanan berkualitas tinggi kepada masyarakat. Kami bangga tim bedah urologi mampu melaksanakan prosedur kompleks ini dengan hasil yang baik,” ujarnya.
Menurut dr. Siti, pencapaian ini menunjukkan kesiapan fasilitas, keahlian tenaga medis, serta komitmen RSUD Genteng dalam menghadirkan layanan kesehatan yang setara dengan rumah sakit rujukan besar. Pihaknya bertekad terus meningkatkan kapasitas pelayanan, khususnya di bidang bedah urologi, sehingga masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya tidak perlu dirujuk ke rumah sakit di luar daerah untuk operasi serupa.
Cystectomy sendiri merupakan prosedur medis yang sangat menantang, baik dari sisi teknis maupun risiko. Operasi ini biasanya dilakukan untuk mengatasi kasus kanker kandung kemih stadium lanjut atau penyakit kandung kemih lain yang tidak dapat ditangani dengan pengobatan konservatif.
Dengan keberhasilan operasi perdana ini, RSUD Genteng berharap dapat menjadi pusat layanan urologi yang unggul di wilayah tapal kuda Jawa Timur, sekaligus memperluas akses masyarakat terhadap tindakan medis tingkat lanjut di daerah sendiri. (*)