Banyuwangi – Program solidaritas pendidikan Siswa Asuh Sebaya (SAS) yang dikembangkan Pemkab Banyuwangi kembali mendapatkan apresiasi. Kali ini dalam forum Replikasi Inovasi Pelayanan Publik (PKRI) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Menteri PAN RB Abdullah Azwar Anas menyerahkan langsung kepada Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah. Disaksikan oleh sejumlah menteri. Di antaranya Menteri Kesehatan Budi Gunadi sadikin, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
PKRI merupakan apresiasi bagi instansi pemerintah yang telah melakukan pembinaan inovasi dengan baik serta mampu menjaga keberlanjutannya dan melakukan replikasi inovasi pelayanan publik. Program SAS sendiri terpilih setelah melalui serangkaian evaluasi terhadap 979 inovasi dari 631 instansi yang dinilai dari kurun 2014 hingga 2023.
Adapun penilaian PKRI dilakukan pada dua kelompok, yakni kelompok keberlanjutan inovasi dan kelompok replikasi inovasi. SAS Banyuwangi meraih penghargaan pada kelompok keberlanjutan inovasi untuk kategori kabupaten.
Plt. Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemenpan RB Abdul Hakim mengatakan, SAS Banyuwangi bukan hanya berhasil dipertahankan. Namun juga terus dikembangkan hingga sekarang.
“Ini yang penting. Bahwa inovasi tidak hanya diciptakan, namun juga harus dijaga keberlangsungannya. Ke depan adalah bagaimana untuk melembagakan inovasi ini supaya praktik baiknya bisa direplikasi daerah lain,” kata dia.
Sementara itu, Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah sangat bersyukur inovasi Banyuwangi kembali mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat.
“Alhamdulillah, inovasi Banyuwangi terus mencatatkan prestasi. Penghargaan ini menjadi pelecut bagi kami untuk terus berinovasi lebih baik ke depan,” kata Sugirah.
Sugirah menjelaskan, program SAS adalah upaya pemkab untuk mendorong empati dan solidaritas di kalangan pelajar. Dalam program ini, pelajar dari keluarga mampu memberi dana sukarela ke teman sebayanya dari keluarga kurang mampu.
Pengelolaannya dilakukan dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa. Sejak diluncurkan pada 2011, saat ini SAS berhasil mengumpulkan dana hingga Rp 27,71 miliar dengan menjangkau lebih dari 250 ribu siswa.
Uang yang terkumpul, secara periodik dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder siswa setempat. Seperti untuk beli baju sekolah, sepatu, tas, alat tulis, atau bahkan uang saku bagi siswa yang keuang mampu. Termasuk pula seperti membelikan kacamata hingga sepeda mini agar tidak terlambat.
“Tidak semua masalah pendidikan mampu ditangani pemerintah. Program SAS jadi salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan tangan pemerintah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” urai Sugirah.
Dalam perjalanannya SAS bertransformasi menjadi Sekolah Asuh Sekolah, Sekolah Asuh Stunting, Sekolah Asuh Sampah, dan Sekolah Asuh Sungai.
Lewat Sekolah Asuh Sekolah, sekolah yang memiliki dana SAS besar akan disalurkan ke siswa kurang mampu dari sekolah lain. Sementara Sekolah Asuh Stunting sebagai program yang merangkul siswa dan guru untuk memberikan makanan bergizi bagi balita stunting dan ibu hamil risiko tinggi di sekitar sekolah.
“Sejak 2023, SAS juga berkembang. Sekolah dilibatkan merawat sungai yang ada di dekat lokasinya dan mengelola sampah yang dihasilkan di sekolah. Pelibatan siswa ini sebagai bentuk pendidikan lingkungan sejak dini,” pungkasnya. (*)