Banyuwangi - Memastikan ketersediaan air irigasi bagi para petani di tengah keterbatasan sumber daya air, Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Banyuwangi menerapkan kebijakan sistem gilir. Kebijakan ini diberlakukan di seluruh wilayah Banyuwangi guna memastikan distribusi air merata ke semua area persawahan yang ada.
"Sistem gilir merupakan langkah strategis yang kami ambil untuk memastikan bahwa semua petani, baik yang di hilir maupun di hulu, mendapatkan akses air yang cukup dan adil," jelas Kepala Dinas PU Pengairan Banyuwangi, Guntur Priambodo, dalam keterangannya.
Keberhasilan penerapan sistem gilir tidak lepas dari sinergi berbagai pihak. Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA), Penjaga Pintu Air (PPA), serta Koordinator Sumber Daya Air (Korsda) bekerja sama erat untuk mengelola irigasi secara lebih efisien.
"Kami selalu berkoordinasi dengan HIPPA dan PPA untuk memastikan distribusi air berjalan sesuai jadwal yang telah disepakati bersama. Koordinasi ini penting agar tidak terjadi ketimpangan dalam pembagian air," tambah Guntur.
Kolaborasi antara pihak-pihak terkait juga mencakup penentuan jadwal pembagian air serta pengawasan lapangan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa petani mengikuti aturan yang telah ditetapkan demi efisiensi dan kelancaran distribusi air ke seluruh lahan pertanian.
Salah satu contoh sukses penerapan sistem gilir adalah di Kecamatan Bangorejo. Wilayah ini memiliki luas lahan sawah yang mencapai 5.981 hektare, menjadikannya salah satu daerah yang sangat bergantung pada pasokan air terukur.
Dengan kondisi sumber daya air yang terbatas, sistem gilir di Bangorejo terbukti menjadi solusi yang efektif.
"Melalui sistem gilir, produktivitas pertanian di Bangorejo tetap terjaga, meskipun pasokan air tidak sebanyak dulu. Ini membuktikan bahwa dengan pengelolaan air yang baik, keterbatasan sumber daya bisa diatasi," tutur Guntur.
Petani di Bangorejo kini menjalankan sistem pembagian air sesuai giliran yang telah ditetapkan, dan hasilnya terlihat dari lahan pertanian yang tetap subur meskipun kondisi ketersediaan air tidak melimpah.
Sistem gilir yang diterapkan didasarkan pada prinsip keadilan dan efisiensi. Setiap petani mendapat giliran yang sama dalam mengakses air, sehingga tidak ada lahan yang terlewat dari pengairan. Selain itu, sistem ini juga dirancang untuk mencegah pemborosan air, karena air hanya dialirkan sesuai kebutuhan yang sudah dijadwalkan.
"Kami sangat berharap petani bisa disiplin mengikuti jadwal yang ada, sehingga distribusi air bisa berjalan lancar dan adil bagi semua pihak," jelas Guntur.
Meski efektif, penerapan sistem gilir di Banyuwangi tidak terlepas dari berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah mengubah kebiasaan petani yang selama ini mungkin terbiasa mengakses air secara bebas tanpa pengaturan.
"Kami paham bahwa perubahan kebiasaan tidak mudah, tapi melalui sosialisasi dan kerja sama, kami yakin para petani akan bisa beradaptasi dengan sistem ini," kata Guntur.
Ke depan, Guntur berharap sistem gilir ini bisa menjaga produktivitas pertanian Banyuwangi tetap tinggi, sekaligus memastikan penggunaan air yang berkelanjutan. Ia juga mengharapkan sistem ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain yang menghadapi masalah serupa terkait keterbatasan sumber daya air. (*)